pandangan ulama tentang demokrasi
makalah" pandangan agama islam mengenai narkoba. PANDANGAN AGAMA ISLAM MENGENAI NARKOBA. A. Pendahuluan. Disekitar kita saat ini, banyak sekali zat-zat adiktif yang negatif dan sangat berbahaya bagi tubuh. Dikenal dengan sebutan narkotika dan obat-obatan terlarang. Kasus narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang) telah merebak di
Moderasiberagama merupakan gagasan yang sedang hangat diperbincangkan di bangsa Indonesia karena beragamnya agama yang ada di Indonesia dan sangat rentang terjadinya konflik dan perpecahan antar umat beragama. Konsep moderasi beragama hadir sebagai upaya dalam menciptakan masyarakat yang toleran dan damai dengan memiliki cara pandang dan perilaku
Wawasan39, 1 (Januari 2016): 1-17. Islam Dan Demokrasi: Pandangan Intelektual Muslim Dan Penerapannya Di Indonesia. Mohammad Taha, Abdullah Ahmad al-Na’im, Bani Sadr, Mehdi Bazargan, Hasan al
Vol 6, No. 1, Mei 2013 Pandangan Islam terhadap Sistem Demokrasi Pendahuluan Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling banyak digunakan negara-negara di dunia. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan. politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani dēmokratía
Webblog ini berisi kutipan 1/3 buku "AFTER NEW PARADIGM - Catatan Para Ulama tentang LDII", penerbit Pusat Studi Islam Madani Institute, Juni 2008, ISBN 978-979-98256-6-7 Buku dapat diperoleh di TB Gramedia, TB Gunung Agung atau via pos. Kontak Bapak H. Nursalim UB Pondok Gede, Jakarta, 02128050135 (Flexi) atau 08161813515 (Mentari).
Site De Rencontre Pour Ado Avec Cam. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Demokrasi Berbicara tentang paham demokrasi itu menarik, banyak negara yang saat ini menganut paham ini. Salah satunya ialah negara kita sendiri yaitu negara Indonesia. Demokratis seringkali disebut-sebut dan dipandang sebagai sistem yang paling adil untuk penyusunan dan penegakan hukum. Namun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Dari zaman yunani kuno hingga sekarang, mayoritas teoritikus di bidang politik banyak melontarkan kritik terhadap teori dan praktik demokrasi. Komitmen umum terhadap demokrasi merupakan fenomena yang terjadi baru-baru ini saja. Pada kesempatan kali ini penulis akan sedikit memaparkan tentang demokrasi dan dan bagaimana pandangan Islam terhadap paham asal katanya demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau goverment rule the people kata Yunani demos berarti rakyat, kratos atau kratein berarti kekuasaan atau berkuasa. Demokrasi merupakan asas dan sistem yang paling baik didalam sistem politik dan ketatanegaraan kiranya tidak dapat dibantah. Khasanah pemikiran dan preformansi politik diberbagai negara sampai pada satu titik temu tentang ini. Demokrasi adalah pilihan terbaik dari berbagai pilihan lainnya. Sebuah laporan studi yang disponsori oleh salah satu organ PBB, yakni UNESCO pada awal 1950-an menyebutkan bahwa tidak ada satupun tanggapan yang menolak “Demokrasi” sebagai landasan dan sistem yang paling tepat dan ideal bagi semua organisasi politik dan organisasi modern. Studi yang melibatkan lebih dari 100 orang sarjana barat dan timur itu dapat dipandang sebagai jawaban yang sangat penting bagi studi-studi tentang demokrasi.[1] Pandangan Islam tentang Demokrasi Di dalam sistem demokrasi, rakyat merupakan pemegang kendali penuh. Suatu undang-undang disusun dan diubah berdasarkan opini atau pandangan masyarakat. Setiap peraturan yang ditolak oleh masyarakat, maka dapat dibuang, demikian pula dengan peraturan baru yang sesuai keinginan dan tujuan masyarakat itu sendiri dapat disusun dan diterapkan. Berbeda halnya dengan sistem Islam, seluruh kendali maupun hasil keputusan berpatokan pada hukum Allah SWT. Masyarakat tidaklah diberi kebebasan menetapkan suatu peraturan apapun kecuali peraturan tersebut sesuai dengan hukum Islam. Demikian juga dalam permasalahan ijtihadiyah, suatu peraturan dibentuk sesuai dengan hukum-hukum politik yang sesuai dengan syari’at Islam. Kewenangan majelis syura dalam Islam terikat dengan nash-nash syari’at dan ketaatan kepada ulil amr pemerintah. Syura Musyawarah terbatas pada permasalahan yang tidak memiliki nash dalil tegas atau permasalahan yang memiliki nash namun memiliki indikasi beberapa pemahaman. Adapun permasalahan yang memiliki nash yang jelas dan dengan indikasi hukum yang jelas, maka syura tidak lagi diperlukan. Syura hanya dibutuhkan dalam menentukan mekanisme pelaksanaan nash-nash syari’ Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan gagasan politik utama dalam Al-Qur’an. Jika konsep syura itu ditransformasikan dalam kehidupan modern sekarang, maka sistem politik demokrasi adalah lebih dekat dengan cita-cita politik Qur’ani, sekalipun ia tidak selalu identik dengan praktik demokrasi barat.[2]Adapun dasar-dasar musyawarah sebagaimana yang sudah digariskan oleh Al-qur’an dapat dijumpai dalam surah Ali-Imran ayat 159, yang berbunyi sebagai berikut.“maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjatuhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membetulkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang bertawakal kepada-Nya. Qs. Ali Imran [3] 159. Kemudian di dalam surah Asy-Syuura ayat 38 Allah berfirman“Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” Tentang siapa yang berhak untuk diajak musyawarah anggota musyawarah Islam tidak ada aturan pasti, oleh karenanya menjadi wewenang manusia untuk menetukannya. 1 2 Lihat Politik Selengkapnya
Secara garis besar, pandangan para ulama/cendekiawan muslim tentang demokrasi terbagi menjadi dua pandangan utama, yaitu pertama, menolak sepenuhnya, kedua, menerima dengan syarat tertentu. Berikut ditamplkan ulama yang mewakili kedua pendapat tersebut Pandangan Ulama Intelektual Muslim tentang Demokrasi 1. Abul A’la Al-Maududi Al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi menganggap demokrasi modern Barat merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi berdasarkan hukum Tuhan. 2. Mohammad Iqbal Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya, menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich, seperti yang dipraktekkan di Barat. Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut a Tauhid sebagai landasan asasi. b Kepatuhan pada hukum. c Toleransi sesama warga. d Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit. e Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad. Baca Juga Memahami Makna, Hikmah, Hakikat Beriman kepada Hari Akhir Memahami Makna, Ayat, dan Hadis Larangan Pergaulan Bebas dan Zina Kisah Dua Malaikat Pencuci Hati Nabi 3. Muhammad Imarah Menurut Imarah, Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif membuat dan menetapkan hukum secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura Islam kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah Swt.. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi. Wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan Allah Swt.. Jadi, Allah Swt. berposisi sebagai al-Syâri’ legislator sementara manusia berposisi sebagai faqîh yang memahami dan menjabarkan hukum-Nya. Demokrasi Barat berpulang pada pandangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam, Dia membiarkannya. Dalam filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam pandangan Islam, Allah Swt. pemegang otoritas tersebut. Allah berfirman “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. Inilah batas yang membedakan antara sistem syariah Islam dan demokrasi Barat. Adapun hal lainnya seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, serta orientasi pandangan umum, dan sebagainya adalah sejalan dengan Islam. 4. Yusuf al-Qardhawi Menurut Al-Qardhawi, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya sebagaimana berikut Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam salat yang tidak disukai oleh ma'mum di belakangnya. Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar ma'ruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam. Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah Swt. untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan. Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka, yaitu Abdullah ibnu Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas. Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam. 5. Salim Ali al-Bahasnawi Menurut Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan Islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan adanya Islamisasi demokrasi sebagai berikut Menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah Swt.. Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugastugas lainnya Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam al-qur'an dan Sunnah dan Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen. Menerapkan Perilaku Mulia Perilaku demokratis yang harus dibiasakan sebagai implementasi dari ayat dan hadis yang telah dibahas antara lain sebagai berikut 1. Bersikap lemah lembut jika hendak menyampaikan pendapat tidak berkata kasar ataupun bersikap keras kepala 2. Menghargai pendapat orang lain 3. Berlapang dada untuk saling memaafkan 4. Memohonkan ampun untuk saudara-saudara yang bersalah 5. Menerima keputusan bersama hasil musyawarah dengan ikhlas 6. Melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah dengan tawakal 7. Senantiasa bermusyarawarah tentang hal-hal yang menyangkut kemaslahatan bersama 8. Menolak segala bentuk diskriminasi atas nama apapun 9. Berperan aktif dalam bidang politik sebagai bentuk partisipasi dalam membangun bangsa Baca Juga yuk 8 Tahap Periode Hari Akhir Yang Harus Kamu Ketahui Jenis Dan Keutamaan Ibadah Haji Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, Husnużżan dan Persaudaraan Artikel Terkait Perilaku Rasulullah SAW Yang Harus Diteladani Saat Berdakwah di Mekah Pengertian dan Macam Macam Qada' dan Qadar Masuknya Islam ke Nusantara Indonesia Adab Ketika Ta’ziyyah dan Ziarah Kubur Tips Dari Dahsyatnya Persatuan Dalam Ibadah Haji
Abstrak Kajian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana demokrasi dalan tinjauan Islam khususnya dalam kajian tafsir maudhu'i. Dengan menggunakan pendekatan studi pustaka library research, artikel ini berusaha mempertemukan antara konsep Islam yang oleh sebagian ulama dikatakan mempunyai sistem politik tersendiri yang lengkap, sempurna dan menyeluruh, namun disatu sisi dihadapkan pada kenyataan seolah sistem demokrasi yang saat ini dianggap sebagai sistem politik terbaik, diterima dan dipakai di seluruh dunia. Secara normatif doktriner, dalam ajaran Islam terdapat prinsip-prinsip dan elemen dalam demokrasi, meskipun secara generik, global tidak sepenuhnya disetujui para ulama dan masih menjadi perdebatan yang panjang. Prinsip dan elemen-elemen demokrasi dalam ajaran Islam itu adalah as-syura, al-'adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Realitas dalam sebuah negara pernah diterapkan pada masa Nabi Muhammad dan khulafaurrasyidin adalah syumuliyatul Islam dan demokrasi hanyalah sebagian kecil dari lengkapnya sistem politik Islam yang sempurna dan telah dipraktikkan namun tebum terteorikan. Abstract This article aims to analyze how democracy in Islamic views, especially in the study of tafsir maudhu'i. By using a library research approach, this article seeks to bring together the concept of Islam which is said by some scholars to have its own complete, perfect and comprehensive political system, but on the one hand it is faced with the reality as if the democratic system is currently considered the best political system. , accepted and used throughout the world. In doctrinaire normative terms, in Islamic teachings there are principles and elements in democracy, although generically, globally it is not fully approved by the scholars and is still a long debate. The principles and elements of democracy in Islamic teachings are as-shura, al-'adalah, al-amanah, al-masuliyyah and al-hurriyyah. The reality in a country that was applied at the time of Prophet Muhammad and khulafaurrasyidin is syumuliyatul Islam and democracy is only a small part of the complete Islamic political system that is perfect and has been practiced but can be theoretical. Pendahuluan Wacana demokrasi terus bergulir, ia pun seakan menjadi 'juru selamat' bagi ketidakberdayaan rakyat yang tereksploitasi oleh rezim yang totaliter dan represif. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Demokrasi Dalam Islam Tinjauan Tafsir Maudhu’ Achmad Zulham dan SolihinPascasarjana Prodi IQT Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden FatahPalembang. Email Kajian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana demokrasi dalan tinjauanIslam khususnya dalam kajian tafsir maudhu’i. Dengan menggunakan pendekatan studipustaka library research, artikel ini berusaha mempertemukan antara konsep Islamyang oleh sebagian ulama dikatakan mempunyai sistem politik tersendiri yang lengkap,sempurna dan menyeluruh, namun disatu sisi dihadapkan pada kenyataan seolah sistemdemokrasi yang saat ini dianggap sebagai sistem politik terbaik, diterima dan dipakai diseluruh dunia. Secara normatif doktriner, dalam ajaran Islam terdapat prinsip-prinsipdan elemen dalam demokrasi, meskipun secara generik, global tidak sepenuhnyadisetujui para ulama dan masih menjadi perdebatan yang panjang. Prinsip dan elemen-elemen demokrasi dalam ajaran Islam itu adalah as-syura, al-adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Realitas dalam sebuah negara pernah diterapkan padamasa Nabi Muhammad dan khulafaurrasyidin adalah syumuliyatul Islam dan demokrasihanyalah sebagian kecil dari lengkapnya sistem politik Islam yang sempurna dan telahdipraktikkan namun tebum terteorikan. Kata kunci Demokrasi Islam, Tafsir Maudhu’i Abstract This article aims to analyze how democracy in Islamic views, especially in thestudy of tafsir maudhu'i. By using a library research approach, this article seeks to bringtogether the concept of Islam which is said by some scholars to have its own complete,perfect and comprehensive political system, but on the one hand it is faced with thereality as if the democratic system is currently considered the best political system. ,accepted and used throughout the world. In doctrinaire normative terms, in Islamicteachings there are principles and elements in democracy, although generically, globallyit is not fully approved by the scholars and is still a long debate. The principles andelements of democracy in Islamic teachings are as-shura, al-'adalah, al-amanah, al-masuliyyah and al-hurriyyah. The reality in a country that was applied at the time ofProphet Muhammad and khulafaurrasyidin is syumuliyatul Islam and democracy is onlya small part of the complete Islamic political system that is perfect and has beenpracticed but can be Islamic Democrazy, Tafsir Maudhu’iPendahuluanWacana demokrasi terus bergulir, ia pun seakan menjadi juru selamat’ bagiketidakberdayaan rakyat yang tereksploitasi oleh rezim yang totaliter dan Demokrasi tidak hanya menjadi wacana akademis, tetapi juga simbol dari sebuah sistempemerintahan, termasuk ketika terjadi tragedi kemanusiaan yang menimpa gedungkembar WTC dan Pentagon, 11 September 2001 lalu. Menurut presiden George W. Bush,tragedi tersebut dianggap sebagai upaya penghancuran demokrasi. Karena iamenganggap bahwa Amerika-lah representasi negara demokrasi di dunia. Dengandemikian, siapa pun yang mencoba mengganggu dan apalagi berani menghancurkanAmerika, berarti mereka penentang demokrasi yang harus dilawan dan dibasmi. Tanpademokrasi memang, suatu rezim sekuat apa pun sulit untuk memperoleh legitimasi darirakyat, bila hal ini terjadi maka sebuah negara tak akan mampu menggerakkan rodapemerintahannya. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sinikemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite persamaan, equalitykeadilan, liberty kebebasan, human right hak asasi manusia dan seterusnya. Dalamtradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadipemerintah’ bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yangbertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di duniaBarat menganggap sebagai pioner dan garda terdepan demokrasi. Lembaga legislatifbenar-benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dandistributif. Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkinsemua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalubesar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsipamanah dan tanggung jawab credible and accountable menjadi keharusan bagi setiapanggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikanhak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunyaperwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah. Dalam pandangan Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna, meletakkandemokrasi hanyalah sebuah sebuah sistem ciptaan manusia, yang menjadi bagian kecildari lengkapnya dan luasnya sistem Islam. Jika sesuai dengan nilai-nilai Islam maka itubagian yang ada dann telah diajarkan Islam dan silahkan diambil dan Sebaliknya, jika tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, maka sesungguhnya Islam telahmempunyai dan menawarkan pilihan-pilihan yang lebih Terminologi DemokrasiAda banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang demokrasi, diantaranya seperti yang dikutip Hamidah2 adalah sebagaimana di bawah ini MenurutJoseph A. Schumpeter, demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapaikeputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suatu rakyat. Sidney Hook dalam EncyclopaediaAmericana mendefinisikan demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan di manakeputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai pertanggungjawaban atas tindakan-tindakanmereka pada wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak langsungmelalui kompetisi dan kerja sama dengan wakil mereka yang terpilih. 4 Dari tiga definisitersebut di atas jelaslah bagi kita bahwa demokrasi mengandung nilai-nilai, yaitu adanyaunsur keperacayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat, adanya pertanggungjawaban bagi seorang pemimpin. Sementara menurut Abdurrahman Wahid, demokrasi mengandung dua nilai, yaitunilai yang bersifat pokok dan yang bersifat derivasi. Menurut Abdurrahman Wahid, nilaipokok demokrasi adalah kebebasan, persamaan, musyawarah dan keadilan. Kebebasanartinya kebebasan individu di hadapan kekuasaan negara dan adanya keseimbanganantara hak-hak individu warga negara dan hak kolektif dari NurcholishMajid, seperti yang dikutip Nasaruddin 6mengatakan, bahwa suatu negara disebutdemokratis sejauhmana negara tersebut menjamin hak asasi manusia HAM, antara lain1 Razzaq, A. 2017. Dakwah dan Pemikiran Politik Islam Kajian Teoritis dan NoerFikri Hamidah, Tutik, “Konsep Demokrasi dalam Perspektif Muslim” dalam Majalah El-Harakah,No. 52 Tahun 1999. XVIII, hal. 33. 3 Hamidah, Tutik,”Konsep Demokrasi dalam Perspektif Muslim” dalam Majalah el-Harakah,… Hamidah, Hamidah, Tutik,”Konsep Demokrasi dalam Perspektif Muslim” dalam Majalah el-Harakah,… Zainuddin.. “Islam Tak Kompatibel Dengan Demokrasi?” dalam Jaringan Islam Liberal, JawaPos, 10 Februari. 20026 Umar, Nasaruddin. “Demokrasi dan Musyawarah Sebuah Kajian analitis” dalam JurnalKomunikasi Perguruan Tinggi Islam, Perta, Vol. V. No. 12002. Hal. 36. 3 kebebasan menyatakan pendapat, hak berserikat dan berkumpul. Karena demokrasimenolak dektatorianisme, feodalisme dan otoritarianisme. Dalam negara demokrasi,hubungan antara penguasa dan rakyat bukanlah hubungan kekuasaan melainkanberdasarkan hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia HAM. Demokrasi Dalam Perspektif Tafsir Mau’dhu’iDi dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang terkait dengan prinsip-prinsiputama demokrasi, antara lain QS. Ali Imran 159 dan al-Syura 38 yang berbicaratentang musyawarah; al-Maidah 8; al-Syura 15 tentang keadilan; al-Hujurat 13tentang persamaan; al-Nisa’ 58 tentang amanah; Ali Imran 104 tentang kebebasanmengkritik; al-Nisa’ 59, 83 dan al-Syuro 38 tentang kebebasan berpendapat Jikadilihat basis empiriknya, menurut Aswab Mahasin, agama dan demokrasi memangberbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal dari pergumpulanpemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki dialeketikanya sendiri. Namunbegitu menurut Mahasin, tidak ada halangan bagi agama untuk berdampingan dengandemokrasi. Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa elemen-elemen pokok demokrasidalam perspektif Islam meliputi as-syura, al-musawah, al-adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Kemudian apakah makna masing-masing dari elementersebut? As-SyuraSyura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secaraeksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura 38“Dan urusan mereka diselesaikan secara musyawarah di antara mereka”. Dalam suratAli Imran159 dinyatakan “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”.Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksanasyura adalah ahl halli wa-laqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebihmenyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara atau khalifah, jelaslahbahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dan tanggung jawabbersama di dalam setiap mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiapkeputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi tanggung jawab musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian penghargaan terhadap orang7 Umar, Nasaruddin. “Demokrasi dan Musyawarah Sebuah Kajian analitis” dalam JurnalKomunikasi Perguruan Tinggi Islam, hal. 36 dan lihat al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Qur’an al-Karim4 lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan bersama. Begitupentingnya arti musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupunbernegara, sehingga Nabi sendiri juga menyerahkan musyawarah kepada umatnya. Al-Adalahal-adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasukrekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil danbijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalamsebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antaralain dalam surat an-Nahl 90 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil danberbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang berbuat keji,kemungkaran dan permusuhan”. Lihat pula, QS. as-Syura15; al-Maidah8; An-Nisa’58dst.. Ajaran tentang keharusan mutlak melaksanakan hukum dengan adil tanpapandang bulu ini, banyak ditegaskan dalam al-Qur’an, bahkan disebutkan sekali punharus menimpa kedua orang tua sendiri dan karib kerabat. Nabi juga menegaskan, ,bahwa kehancuran bangsa-bangsa terdahulu ialah karena jika “orang kecil” melanggarpasti dihukum, sementara bila yang melanggar itu “orang besar” maka dibiarkan prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada ungkapanyang “ekstrem” berbunyi “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara kafir,sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara yang mengatasnamakanIslam”9 Al-Musawah al-Musawah adalah kesejajaran, egaliter, artinya tidak ada pihak yang merasalebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidakbisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemonipenguasa atas rakyat. Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan8 Lihat Aswab Mahasin dalam Imam Aziz, ed. Agama, Demokrasi dan Keadilan, Jakarta,Gramedia. 1999, hal. 30. Lihat juga Haryono, A., & Razzaq, A. 2017. Analisis Metode Tafsir MuhammadAsh-Shabuni dalam Kitab rawâiu’ al-Bayân. Wardah, 181, Madani, Malik. “Syura, Sebagai Elemen Penting Demokrasi” dalam Jurnal Khazanah,UNISMA Malang, 1999. hal 12. 5 adil untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang yang telahdibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki tanggung jawab besar di hadapan rakyatdemikian juga kepada Tuhan. Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki sikapdan perilaku yang dapat dipercaya, jujur dan adil. Sebagian ulama’ memahami al-musawah ini sebagai konsekuensi logis dari prinsip al-syura dan al- Diantara dalil al-Qur’an yang sering digunakan dalam hal ini adalah surat al-Hujurat13, sementara dalil Sunnah-nya cukup banyak antara lain tercakup dalamkhutbah wada’ dan sabda Nabi kepada keluarga Bani Hasyim. Dalam hal ini Nabipernah berpesan kepada keluarga Bani Hasyim sebagaimana sabdanya “Wahai BaniHasyim, jangan sampai orang lain datang kepadaku membawa prestasi amal, sementarakalian datang hanya membawa pertalian nasab. Kemuliaan kamu di sisi Allah adalahditentukan oleh kualitas takwanya”. Al-Amanahal-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorangkepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga denganbaik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaanoleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasatanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil. Sehingga Allah dalam surat an-Nisa’ 58 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supayamenyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan menyuruh kamuapabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”.Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisadiminta, dan orang yang menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan malahbersyukur atas jabatan tersebut. Inilah etika Islam. Al-Mas’uliyyah al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui, bahwakekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yangharus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harusdipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah ini memiliki dua pengertian, yaitu amanahyang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus10 Hasan, Tholchah, “Hak Sipil dan Hak Rakyat dalam Wacana Fiqh” dalam Jurnal Khazanah,UNISMA Malang, . 1999. hal. 26. 6 dipertenggungjawabkan di depan Tuhan. Sebagaimana Sabda Nabi Setiap kamu adalahpemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggung jawabannya. Seperti yangdiakatakn oleh Ibn Taimiyyah11, ’’bahwa penguasa merupakan wakil Tuhan dalammengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya”.Dengan dihayatinya prinsip pertanggungjawaban al-masuliyyah ini diharapkan masing-masing orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat demikian, pemimpin/ penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah penguasa umat, melainkan sebagai khadim al-ummah pelayan umat. Dusdengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa menjadi pertimbangan dalamsetiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umatditinggalkan. Al-Hurriyyah Al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap wargamasyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjanghal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dandalam rangka al-amr bi-l-ma’ruf wa an-nahy an al-munkar, maka tidak ada alasanbagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanyakemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosialbagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, makakezaliman akan semakin merajalela. Patut disimak sabda Nabi yang berbunyi “Barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah diluruskan dengan tindakan, jika tidakmampu, maka dengan lisan dan jika tidak mampu maka dengan hati, meski yang terakhirini termasuk selemah-lemah iman”. Jika suatu negara konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau elemen-elemen demokrasi di atas, maka pemerintahan akan mendapat legitimasi dari rakyat. Dusdengan demikian maka roda pemerintahan akan berjalan dengan stabil. Watak ajaran Islam sebagaimana banyak dipahami orang adalah inklusif dandemokratis. Oleh sebab itu doktrin ajaran ini memerlukan aktualisasi dalam kehidupankongkret di masyarakat. Pertanyaannya kemudian, bagaimana realitas demokrasi di duniaIslam dalam sejarahnya? Dalam realitas sejarah Islam memang ada pemerintahan otoriteryang dibungkus dengan baju Islam seperti pada praktik-praktik yang dilakukan oleh11 Madani, Malik. “Syura, Sebagai Elemen Penting Demokrasi” dalam Jurnal Khazanah,UNISMA Malang, 1999. hal 13. 7 sebagian penguasa Bani Abbasiyyah dan Umayyah. Tetapi itu bukan alasan untukmelegitimasi bahwa Islam agama yang tidak demokratis. Karena sebelum itu juga adaeksperimen demokratisasi dalam sejarah Islam, yaitu pada masa Nabi dankhulafaurrasyidin. Adalah merupakan dalil sosial, bahwa dalam setiap masyarakatterdapat pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan rakyat, serta muncul stratifikasisosial yang berbeda. Demikian pula pada zaman pra-Islam Jahiliyyah muncul kelassosial yang timpang, yaitu kelas elit-penguasa dan kelas bawah yang tertindas. Kelasbawah ini seringkali menjadi ajang penindasan dari kelompok elit. Pada masa jahiliyah kekuasaan dan konsep kebenaran milik kekuasaan dan kebenaran di tangan penguasa tersebut mengakibatkanterjadinya manipulasi nilai untuk memperkuat dan memperkokoh posisi mereka sekaligusmenindas yang lemah. Proses seperti ini berlangsung cukup lama tanpa ada perubahanyang berarti. Dalam kondisi seperti itu, terdapat dua stratifikasi sosial yang berbeda, yaitumaysarakat kelas atas elit yang hegemonik, baik sosial maupun ekonomi bahkankekerasan fisik sekalipun, dan kelas bawah subordinate yang tak berdaya. Demikianlahsetting sosial-politik yang terjadi pada masyarakat Arab Makkah-Madinah seperti kata Guillaume,12 komunitas Yahudilah yang telah mendominasi kekuasaanpolitik dan ekonomi saat itu, hingga kemudian nabi Muhammad datang merombakstruktur masyarakat yang korup tersebut. Nabi hadir membawa sistem kepercayaan alternatif yang egaliter danmembebaskan. Karena ajaran yang disampaikan nabi membawa pesan bahwa segalaketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepada Allah, bukan kepada manusia. Karenakebenaran datang dari Allah, maka kekuasaan yang sebenarnya juga berada padakekuasaan-Nya, bukan kepada raja. Secara empirik kemudian Nabi melakukan gerakanreformasi dengan mengembalikan kekuasaan dari tangan raja kelompok elit kepadakekuasaan Allah melalui sistem musyawarah. Kehadiran Nabi tersebut membawa angin segar bagi “masyarakat baru” yangmendambakan sebuah kondisi sosial masyarakat yang adil dan beradab. Karena apa yangdibawa Nabi sebetulnya sistem ajaran yang menegakkan nilai-nilai sosial persamaanhak, persamaan derajat di antara sesama manusia, kejujuran dan keadilan akhlaqhasanah. Selain itu, sesuai posisinya sebagai pembawa rahmat, Nabi terus berjuangmerombak masyarakat pagan-jahiliyah menuju masyarakat yang beradab, atau dalambahasa al-Qur’an disebut min-’l-Dhulumat ila-’l-Nur lihat QS. Al-Baqarah257, al-12 Guillaume, Alfred. I s l a m, England, Pinguin Books. 1956, hal. 118 Maidah15, al-Hadid 9, al-Thalaq10-11 dan al-Ahzab41-43. Masyarakat Arabsebelum Islam Jahiliyah terdiri dari kabilah-kabilah, setiap kabilah mengembangkanfanatisme ashabiyyat kabilahnya, sehingga diantara mereka terjerumus dalampertentangan, kekecauan politik dan sosial. Diantara mereka tidak mengenal persamaan,tetapi bersaing dan saling mengunggulkan keleompoknya dan terjadi seperti ini kemudian menggugah Nabi Muhammad untuk merubahnya danmengarahkan kepada persamaan dan kesetaraan antar mereka, Sebab persamaan tersebutsejalan dengan kemaslahatan umum yang menjamin hak-hak istemewa diantara mereka, sebab prinsip persamaan dalam Islam adalah pengakuan hak-hak yang sama antara kaummuslimin dan bukan kurang lebih 10 tahun di Madinah Nabi telah melakukan reformasisecara gradual untuk menegakkan Islam, sebagai sebuah agama yang memiliki perhatianbesar terhadap tatanan masyarakat yang ideal. Dan masyarakat yang dibangun Nabi saatitu adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dan seperti yang dikehendaki dalam rumusan piagam Madinah adalahmasyarakat yang memiliki kesatuan kolektif dan ingin menciptakan masyarakat muslimyang berperadaban tinggi, baik dalam konteks relasi antar manusia maupun denganTuhan. Sebagai seorang pemimpin, Nabi memiliki kekuatan moral yang tinggi. Kasihsayang terhadap golongan yang lemah seperti kaum feminis, para janda dan anak-anakyatim menunjukkan komitmen moralnya sebagai seoarang pemimpin umat yang kesempatan pidato terakhirnya di padang Arafah misalnya, beliau berpesankepada para pengikutnya supaya memperlakukan kaum wanita dengan baik dan bersikapramah terhadap mereka. “Surga di bawah telapak kaki ibu”, jawab nabi ketika salahseorang sahabat bertanya tentang jalan pintas masuk surga, Kalimat tersebut diulangsampai tiga kali. Salah satu sifat pemaaf dan toleransi nabi yang luar biasa adalah tampak padakasus Hindun, salah seorang musuh Islam yang dengan dendam kusumatnya tegamemakan hati Hamzah, seoarng paman nabi sendiri dan pahlawan perang yangterhormat. Kala itu orang hampir dapat memastikan bahwa nabi tidak akan pernahmemaafkan seorang Hindun yang keras kepala itu, ternyata tak diduga-duga ketika kota13 Pulungan, Suyuti. Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah. Jakarta, Rajawali Press, 1994. hal. 150. Lihat juga Fikri, M., & Razzaq, A. 2016. Konsep Demokrasi Islam Dalam Pandangan Kuntowijoyo Studi Pada Sejarah Peradaban Islam. Wardah, 161, Makkah berhasil dikuasai oleh orang Islam dan Hindun yang menjadi tawanan perang itupada akhirnya sikap nabi yang begitu mulia tersebut dengan serta merta Hindun sadardan menyatakan masuk Islam seraya menyatakan, bahwa Muhammad memang seorangrasul, bukan manusia biasa. Tidak hanya itu saja, sikap politik nabi yang sangat sulituntuk ditiru oleh seorang pemimpin modern adalah, pemberian amnesti kepada semuaorang yang telah berbuat kesalahan besar dan berlaku kasar kepadanya. Tetapi dengansikap nabi yang legowo dan lemah lembut itu justru membuat mereka tertarik denganIslam. Seperti yang dicatat oleh Akbar S. Ahmed seorang penulis sejarah Islamkenamaan dari Pakistan, bahwa penaklukan Makkah oleh nabi yang hanya menelankorban kurang dari 30 jiwa manusia itu merupakan kemenangan perang yang palingsedikit menelan korban jiwa di dunia dibanding dengan kemenangan beberapa revolusibesar lainnya seperti Perancis, Rusia, Cina dan Hal ini bisa dipahami karena perang dalam perspektif Islam bukan identik denganpenindasan, pembunuhan dan penjarahan, seperti yang dituduhkan sebagian kaumorientalis selama ini, melainkan lebih bersifat mempertahankan diri. Oleh sebab itusecara tegas nabi pernah menyatakan “Harta rampasan perang tidak lebih baik daripada daging bangkai”. Demikian juga larangannya untuk tidak membunuh kaumperempuan, anak-anak dan mereka yang menyerah kalah. Nilai-nilai islami yangtercermin dalam figur nabi yang melampaui batas ikatan primordialisme dansektarianisme memberikan rasa aman dan terlindung bagi masyarakat yang nabi dengan seorang istri dari luar rumpun keluarga, kecintaannya terhadapBilal, seorang budak kulit hitam yang menjadi muazzin pertama Islam dan pidatonyapada kesempatan haji wada’ di Arafah yang menentang pertikaian suku dan kasta telahmembuktikan sikap arif dan bijak kepemimpinannya. Pengalaman demokrasi telahdipraktikkan Nabi dalam memimpin masyarakat Madinah. Dalam hal keteguhanberpegang kepada aturan hukum misalnya, masyarakat Madinah yang dipimpin Nabitelah memberi teladan yang sebaik-baiknya. Sejalan dengan perintah Allah kepada siapapun agar menunaikan amanah yang diterima dan menjalankan hukum dan tata aturanmanusia dengan tingkat kepastian yang sangat tinggi. Dimana dengan kepastian hukum14 Ahmad, Akbar S. Citra Muslim, Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, terjemahan Nunding Ramdan Ali Yaqub, Jakarta, Erlangga,1992. 10 tersebut melahirkan rasa aman pada masyarakat, sehingga masing-masing warga dapatmenjalankan tugasnya dengan tenang dan mantap. Karena seperti ungkapan Nurcholis Majid16 kepastian hukum itu pangkal daripaham yang amat teguh, bahwa semua orang adalah sama sawasiyyat dalam kewajibandan hak dalam mahkamah, dan keadilan tegak karena hukum dilaksanakan tanpamembedakan siapa terhukum itu, satu dari yang Kebijakan-kebijakan Nabi dalammemimpin umat di Madinah tertuang dalam Piagam Madinah, yang mengatur kehidupanbermasyarakat dan berbangsa. Piagam Madinah menjadi dasar kehidupan bermasyarakatyang mengatur berbagai persoalan umat, meliputi persatuan dan persaudaraan, hubunganantar umat beragama, perdamaian, persamaan, toleransi, kebebasan dst. Prinsip-prinsiptersbut telah diterapkan Nabi dan berhasil dengan baik, sehingga tercipta suasanakehidupan bermasyarakat, berbangsa dan berbegara dengan aman dan penuh kedamaiandalam masyarakat yang majmuk, baik ditinjaua dari aspek, agama, etnis maupun budaya. Sampai pada masa khulafaurrasyidin, praktik demokrasi itu masih berlangsungdengan baik, meski ada beberapa kekurangan. Kenyataan ini menunjukkan, bahkwademokratisasi pernah terwujud dalam pemerintahan Islam. Memang harus diakui, pascaNabi dan khulafaurrasyidin karena kepentingan dan untuk melanggengkan status quoraja-raja Islam demokrasi sering dijadikan tumbal. Seperti pengamatan Mahasin,16 bahwadi beberapa bagian negara Arab misalnya, Islam seolah-olah mengesankan pemerintahanraja-raja yang korup dan otoriter. Tetapi realitas seperti itu ternyata juga dialami oleh pemeluk agama lain. GerejaKatolik misalnya, bersikap acuh-tak acuh ketika terjadi revolusi Perancis. Karena sikaptersebut, kemudian agama Katolik disebut sebagai tidak demokratis. Hal yang samaternyata juga dialami oleh agama Kristen Protestan, dimana pada awal munculnya,dengan reformasi Martin Luther, Kristen memihak elit ekonomi, sehingga merugikanposisi kaum tani dan buruh. Tak mengherankan kalau Kristen pun disebut kenyataan sejarah yang dialami oleh elit agama-agama di atas, maka tesisHuntington dan Fukuyama yang mengatakan, “bahwa realitas empirik masyarakat Islam15 Majid, “Hukum dan Keadilan” dalam Jurnal Paramadina, Vol I No. 1 Juli-Desember, 1998, hal. 54. 16 Lihat, Mahasin dalam Imam Aziz, ed. Agama, Demokrasi dan Keadilan, Jakarta, Gramedia. 1999, hal. x-xi, Hefner, Robert W. Civil Islam, Muslim and Democratization ini Indonesia, Princeton University Press, 2000, 4-5. Lihat juga Razzaq, A., & Saputra, D. 2016. Studi Analisis Komparatif Antara Ta’wil dan Hermeneutika dalam Penafsiran al-Qur’an. Wardah, 172, 89-114. 11 tidak kompatibel dengan demokrasi” adalah tidak sepenuhnya benar. Bahkan Huntingtonmengidentikkan demokrasi dengan The Western Christian Connection17 Mengikutiperspektif Akbar S. Ahmed, dengan menggunakan paradigama tipologi, maka dalamsejarah Islam terdapat dua tipe, ideal dan non-ideal. Tipe ideal bersumber dari kitab sucidan kehidupan Nabi sirah Nabawiyah, sunnah.18 Tipe ideal adalah tipe yang palingabadi dan taat azaz konsisten. Sejarah Islam sosial umat Islam mengandung banyakbukti yang menunjukkan adanya hubungan dinamis antara masyarakat dengan upaya paraulama’ dan para intelektual Muslim untuk mencapai model ideal. Wawasan dan tipe idealtersebut membuka peluang timbulnya dinamika dalam masyarakat Muslim. Ketika dalamproses pergumulan sejarahnya inilah umat Islam menghadapi tantangan yang berat dankerapkali jauh dari wilayah yang ideal tadi. Itulah maka ada term Islam ideal dan Islamhistoris. Dengan demikian, betapa sulitnya menegakkan demokrasi, yang di dalamnyamenyangkut soal persamaan hak, pemberian kebebasan bersuara, penegakanmusyawarah, keadilan, amanah dan tanggung jawab. Sulitnya menegakkan praktikdemokratisasi dalam suatu negara oleh penguasa di atas, seiring dengan kompleksitasproblem dan tantangan yang dihadapinya, dan lebih dari itu adalah menyangkutkomitmen dan moralitas sang penguasa itu sendiri. Dengan demikian, memperhatikanrelasi antara agama dan demokrasi dalam sebuah komunitas sosial menyangkut banyakvariabel, termasuk variabel independen non-agama. Sementara itu Bahtiar Effendymenegaskan, bahwa kurangnya pengalaman demokrasi di sebagian besar negara Islamtidak ada hubungannya dengan dimensi “interior” ajaran Secara teologis menurutEffendy, bahwa kegagalan banyak negara Islam untuk mengembangkan mekanismepolitik yang demokratis antara lain karena adanya pandangan yang legalistik danformalistik dalam melihat hubungan antara Islam dan politik. Oleh karenanya menurutEffendy perlu pendekatan substansialistik terhadap ajaran Islam agar dapat mendorongterciptanya sebuah sintesa yang memungkinkan antara Islam dan demokrasi. 17 Lihat, Mahasin dalam Imam Aziz, ed. Agama, Demokrasi dan Keadilan,…hal. x-xi18 Ahmad, Akbar S.. Citra Muslim, Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, terjemahan Nunding Ramdan Ali Yaqub, Jakarta, Erlangga, 1992, hal. 3-4. Lihat juga Baiti, R., & Razzaq, A. 2018. Esensi WahyuDan Ilmu Pengetahuan. Wardah, 182, Bahtiar Effendy, “Islam dan Demokrasi Mencari Sebuah Sintesa Yang Memungkinkan” dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher eds., Agama dan Dialog Antar Peradaban, Jakarta, 1996, Mizan, hal. PenutupDari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa secara normatif doktriner,dalam ajaran Islam terdapat prinsip-prinsip dan elemen dalam demokrasi, meskipunsecara generik, global. Prinsip dan elemen-elemen demokrasi dalam ajara Islam ituadalah as-syura, al-adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Realitasdemokrasi dalam sebuah negara pernah diterapkan pada masa Nabi Muhammad dankhulafaurrasyidin. Tetapi setelah itu, pada sebagian besar negara-negara Islam tidakmewarisi nilai-nilai demokrasi tersebut. Realitas ini tidak hanya terjadi pada negara-negara Islam saja, tetapi juga negara non-Islam Barat. Inilah problem yang dihadapioleh banyak negara. Secara umum nilai-nilai agama memang belum banyak dipraktikkandalam ikut memberikan kontribusi pada banyak negara, apalagi negara sekular. Olehsebab itu statement Fukuyama maupun Huntington, yang mengatakan bahwa secaraempirik Islam tidak compatible dengan demokrasi tidak sepenuhnya benar. Sebab dinegara non-Muslim pun demokrasi juga tidak sepenuhnya diterapkan. Daftar PustakaAhmad, Akbar S. 1992. Citra Muslim, Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, terjemahanNunding Ram dan Ali Yaqub, Jakarta, Erlangga. Aswab Mahasin 1999, dalam Imam Aziz, ed. Agama, Demokrasi dan Keadilan,Jakarta, Gramedia. Baiti, R., & Razzaq, A. 2018. Esensi Wahyu Dan Ilmu Pengetahuan. Wardah, 182, Bahtiar. 1996. “Islam dan Demokrasi Mencari Sebuah Sintesa YangMemungkinkan” dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher eds., Agama danDialog Antar Peradaban, Jakarta M., & Razzaq, A. 2016. Konsep Demokrasi Islam Dalam PandanganKuntowijoyo Studi Pada Sejarah Peradaban Islam. Wardah, 161, Alfred. 1956. I s l a m, England, Pinguin Tutik. 1999. “Konsep Demokrasi dalam Perspektif Muslim” dalam MajalahEl-Harakah, No. 52. A., & Razzaq, A. 2017. Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-Shabunidalam Kitab rawâiu’ al-Bayân. Wardah, 181, Hasan, Tholchah, 1999. “Hak Sipil dan Hak Rakyat dalam Wacana Fiqh” dalam JurnalKhazanah, UNISMA Malang. Madani, Malik. 1999. “Syura, Sebagai Elemen Penting Demokrasi” dalam JurnalKhazanah, UNISMA Malang. Majid, 1998. “Hukum dan Keadilan” dalam Jurnal Paramadina, Vol I No. 1 Juli-Desember. Pulungan, Suyuti. 1994. Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Rajawali A., & Saputra, D. 2016. Studi Analisis Komparatif Antara Ta’wil danHermeneutika dalam Penafsiran al-Qur’an. Wardah, 172, A. 2017. Dakwah dan Pemikiran Politik Islam Kajian Teoritis dan Empiris. Palembang NoerFikri Nasaruddin. 2002. “Demokrasi dan Musyawarah Sebuah Kajian analitis”dalam Jurnal Komunikasi Perguruan Tinggi Islam, Perta, Vol. V. No. 1. Zainuddin. 2002. “Islam Tak Kompatibel Dengan Demokrasi?” dalam Jaringan IslamLiberal, Jawa Pos, 10 ... Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan persamaan hukum Mujiwati, 2016. Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab terhadap tugasnya Defrizal et al., 2020. Oleh karena rakyat tidak mungkin mengambil keputusan karena jumlah terlalu besar maka dibentuklah dewan perwakilan rakyat Ratu, 2017. ...Turham AGDemocracy is a must to be practiced in the educational process. As an instrument of glue and unification of the nation at the practical level, education must accommodate broadly democratic principles, the Prophet has set a good example for us, in practice democracy cannot be separated from discussion and dialogue, so that students are not educated to be good at memorizing things. but rather to assess, evaluate critically and be taught how to examine problems and how to understand them. So it is hoped that Islamic education can implement the concept of democracy that is appropriate and in accordance with the goals and philosophy of Islamic education to improve the quality of educational services with quality insight so that it will be able to survive in accordance with the needs of the community without losing the main purpose of Islamic has not been able to resolve any references for this publication.
p>Dalam praktek kehidupan bernegara sejak masa awal kemerdekaan hingga hari ini, ternyata pemahaman demokrasi saat ini di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang berbeda satu dengan lainnya. Sejak era reformasi, ada perubahan politik yang signifikan di Indonesia. Melihat implementasi demokrasi di era reformasi ini sering disebut sebagai masa-masa euforia kebebasan, kita harus jujur dan rela merupakan cara untuk mengembangkan demokrasi kita yang tidak sehat, sehingga konsep demokrasi yang berulang kali kita kembangkan itu dapat meningkatkan situasi dan segera membawa bangsa ini keluar Dari krisis multidimensi yang terjadi, bahkan ada tanda-tanda semakin memperburuk situasi. Ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan demokrasi adalah Imran 159. Sementara di dalam Al Qur'an membahas musyawarah di 38. Diskusi tentang konsep demokrasi pada akhirnya menuntun umat Islam untuk bergerak maju dan mengimplementasikan garis besar Qur'an dan Sunnah Nabi dan praktek masyarakat yang ada di zaman Nabi dan Sahabat-Sahabatnya. Penggalian demokrasi itu penting dan relevan karena dalam Al Qur'an dan kehidupan Nabi dan Muslim sebelum kita ada dalam kehidupan masyarakat yang adil, beradab dan menjunjung tinggi nilai persaudaraan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kehidupan sosial di Indonesia. pandangan ulama tentang demokrasi